Categories
Uncategorized

SD Islam Al Mujahidin Raih Satu Emas dan Satu Perunggu

SD Islam Al Mujahidin berhasil meraih Juara satu lomba MHQ cabang Tahfidz dan juara tiga lomba LCC putri dalam gelaran even lomba Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Seni Islami (MAPSI) yang digelar oleh panitia kabupaten Cilacap di kecamatan Cilacap Utara.

Juara satu lomba MHQ cabang tahfidz berhasil diraih oleh Ananda Muhammad Rofik Diyaa Addien. Sekarang ananda masih duduk di kelas 5A. Sedangkan Juara tiga lomba LCC putri sukses didapat oleh ananda Halwa Anjumi Alvinnuri yang masih berada di bangku kelas 6B.

Muhammad Rofik Diyaa Addien alhamdulillah berhak melaju ke tingkat provinsi. Ust. Ade Solikhin, S.Pd selaku Kepala Sekolah mengatakan bahwa, “Alhamdulillah sekolah kita berhasil mengantarkan putra terbaik SD Islam Al Mujahidin ke tingkat provinsi yang ke tiga kalinya di ajang lomba MAPSI” selama kurun waktu lima tahun terakhir”.

Categories
Uncategorized

Pendaftaran Siswa Baru SD Islam “Al-Mujahidin”

Bismillah
Assalamualaikumwrwb.

Informasi Pendaftaran Siswa Baru SD Islam “Al-Mujahidin” Cilacap Utara Tahun Ajaran 2021/2022

Categories
Uncategorized

Serah Terima Jabatan Kepala SD Islam Al Mujahidin Cilacap Periode 2019/2020

Sabtu, 7 Juli 2019 prosesi Serah terima jabatan kepala sekolah Sd Islam Al Mujahidin yang dipimpin oleh Ust. Abdul Wahid, S.Sos.I selaku Ketua Yayasan Al Mujahidin.

Terima kasih Ust. Arif Hidayat, S.Pd atas tugas yang telah diemban Semoga menjadi amal jariyah dan motivasi teman-teman semua.

Selamat juga kepada Ust. Ade Solikhin, S.Pd atas tugas baru yang akan diemban. Semoga amanah dan bisa mewarnai serta meningkatkan kualitas SD Islam Al Mujahidin.

Categories
Uncategorized

Hardiknas

Long life learning
Belajar dari buaian sampai akhir hayat.
Sebagai generasi penerus mari kita lanjutkan mimpi sang “Founding Father” beliau Ki Hajar Dewantara untuk perubahan lebih baik.

Categories
Uncategorized

Jeritan Pendidikan Indonesia di Tengah Pandemi

Tahun ajaran baru 2020 baru saja dimulai lebih kurang sepekan yang lalu, akan tetapi hingga kini permasalahan yang mewarnai proses pra tahun ajaran baru ini mulai dari PPDB yang metodenya berubah, hingga metode pembelajaran yang masih harus melalui daring masih terus bergulir panas.

Memang kita sekalian tidak bisa memungkiri bahwa hampir segala sektor kehidupan saat ini mengalami kesulitan akibat masih masifnya penularan dan penyebaran virus Covid19 yang telah berlangusung beberapa bulan tak terkecuali sektor pendidikan.

Saya masih ingat betul bagaimana beberapa bulan lalu Pemerintah yang awalnya tenang dan berusaha menenangkan warganya bahwa Covid-19 tidak akan sampai masuk ke Indonesia justru harus dihadapkan dengan kenyataan bahwa virus itu masuk dan menyebar dengan sangat cepat sekali di Indonesia, hingga Pemerintah pada saat itu terkesan tidak memiliki strategi atau langkah yang cukup cepat untuk mengatasi dampak yang dadakan tersebut. Meskipun pada akhirnya kita harus memberi apresiasi terhadap kerja keras pemerintah dalam merespon situasi ini.

 

Adapun kemudian menurut saya beberapa kebijakan pemerintah yang memberi dampak cukup besar terhadap dunia pendidikan adalah semisal PSBB di Jakarta, kemudian karantina wilayah di berbagai wilayah di Indonesia, ada juga Social distancing dan phisical distancing kemudian pembatasan aktivitas perkantoran dan industri, hingga yang paling berdampak adalah perubahan sistem dan metode dalam pembelajaran ditengah pandemi yang dilakukan dengan begitu mendadak sekali.

Kita harus akui memang tidak ada yang salah dengan segala tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah tersebut, karena kembali lagi segala tindakan tersebut diambil untuk “kepentingan dan keselamatan bersama” seluruh rakyat Indonesia.

Tapi mari kita lupakan sejenak tujuan tersebut dan melihat permasalahan yang sedang dihadapi oleh dunia pendidikan kita dari kacamata sederhana atau kacamata orang bawah.

Dengan diambil dan diberlakukannya segala tindakan dan kebijakan dalam rangka mengatasi penyebaran dan penularan pandemi Covid19 Oleh pemerintah kita rakyat biasa tentu seperti biasa menjadi yang pertama merasakan tidak enaknya. Bagaimana tidak, berbagai tindakan dan kebijakan tersebut memiliki satu tujaun yakni membatasi dan mempersempit ruang gerak kita untuk sementara waktu dalam rangka mengendalikan “penyebaran dan penularan”  Virus Covid19.

Akibat dari kebijakan itu tentu sedang kita rasakan saat ini, misalnya berbagai sektor usaha dibatasi oprasionalnya yang berimbas pada banyak karyawan dan buruh yang dirumahkan dan bahkan di PHK, kemudian dibatasinya aktivitas diluar rumah dengan serangkaian kebijakan dan protokol yang menyertai yang tentu berimbas pada sektor UMKM dan pedagan serta pengusaha kecil lainnya yang notabene setiap hari harus bepergian dan beraktivitas keluar rumah untuk bekerja dan berusaha. Hal tersebut berimbas pada lesu dan hilangnya sumber pendapatan masyarakat Indonesia.

kemudian tidak cukup sampai disitu, disaat banyak orang yang sedang mengeluh dan pusing dengan mata pencaharian dan sumber penghasilan mereka yang hilang akibat Covid19 ini, masalah baru timbul yakni perubahan kurikulum dan metode pembelajaran yang harus menyesuaikan dengan kondisi saat ini, dimana aktivitas diluar rumah sangat dibatasi.

Hasilnya pembelajaran daring atau dalam jaringan atau berbasis online pun menjadi pilihan untuk mengatasi persoalan tersebut. Bagaimana siswa yang terbiasa dengan pembelajaran langsung tatap muka atau luring harus secara mendadak merubah pola belajar mereka, tentu ini cukup berdampak bagi iklim belajar bahkan pskisi anak karena perubahan yang begitu mendadak dan tanpa ada waktu untuk melakukan penyesuain diri terlebih dahulu terhadap metode pembelajaran yang mungkin bagi sebagian siswa masih sangat baru.

Tidak hanya sampai disitu, karena “ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula”, begitulah yang dirasakan oleh orang tua dan anak-anaknya yang masih mengenyam pendidikan pada saat ini. bagaimana tidak, disatu sisi disaat para orang tua sedang dipusingkan dengan sumber mata pencaharian dan penghasilan mereka harus dengan terpaksa dibatasi bahkan hilang akibat kebijakan mengatasi pandemi Covid19 ini.

Disisi lain siswa-siswa tersebut pun harus di buat pusing dengan perubahan metode pembelajaran yang begitu mendadak dan sangat ekstrem ini. Tidak bisa dipungkiri memang jika perubahan metode ini merupakan suatu keharusan yang tidak bisa ditawar lagi untuk keselamatan bersama, akan tetapi perlu diingat juga bahwa metode yang di pilih pada saat ini yakni berbasi daring, atau online tidak semua tempat di Indonesia bisa  melaksanakan dengan maksimal entah itu karena kendala sinyal atau bahkan karena siswa memang tidak memiliki perangkat penunjang untuk melakukan metode tersebut misalnya Smartphone lalu akomoadasi jaringan internet yang memadai bahkan kouta internet.

Dari dua sisi pandang antara orang tua dan siswa tersebut, jelas kita dapat melihat bahwa betapa tidak siapnya sistem pendidikan kita untuk menghadapi pandemi ini. 

Disatu sisi orang tua dipusingkan dengan perekonomian keluarga ditambah lagi dengan apabila mereka tidak mampu untuk menyediakan perangkat penunjuang yang cukup untuk menunjang proses pendidikan anak mereka dalam metode baru ditengah pandemi ini, ditambah lagi dengan kewajiban untuk tetap membayar biaya pendidikan anak mereka, kemudian disisi lain siswa pun menghadapi masalah yakni bagaimana mereka mampu beradaptasi dan menyiasati metode pendidikan baru yang sangat dadakan ini, apalagi bagi mereka-mereka yang berkekurangan tentu harus lebih berfikir keras lagi. 

 

Diperparah lagi dengan sebagian oknum tenaga pendidik yang mungkin tidak mau ambil pusing dengan kondisi siswa mereka yang berkekurangan dan tetap menerapkan sistem baik itu penialian, pembelajaran, maupun pembiayaan seperti biasa tentu ini akan semakin menjadi tekanan pada para siswa dan orang tua khususnya serta dunia pendidikan Indonesia pada umumnya.

Dari uraian dan penjelasan panjang lebar tadi, kita dapat menarik kesimpulan sedikit bahwa kondisi dunia pendidikan kita sedang dalam bahaya, karena kurang siap dan belum mampunya kita sekalian dalam mengatasi berbagai permasalahan ditengah Pandemi ini. Dari orang tua harus dipusingkan dengan kondisi ekonomi keluarga lalu pembiayaan pendidikan anak dan ditambah lagi dengan penyediaan sarana penunjang metode pendidikan baru bagi anak mereka sementara bila kita lihat kondisi perekonomian nasinal pada umumnya saja begitu sangat sulit, kemudian disisi lain siswa juga harus dihadapkan dengan kenyataan bahwa mereka harus tetap berusaha maksimal menjalani pendidikan dengan metode baru ini meski dengan serba dadakan dan keterbatasannya.

Akhir kata kita berharap, semoga dengan segala upaya dan usaha yang terus diusahakan pemerintah dan kerja sama yang baik dari kita sekalian semoga kita semua bisa segera menyelsaikan semua ini.

Categories
Uncategorized

Dampak Sekolah Daring Banyak Dikeluhkan, Siapa yang Patut Disalahkan?

Sampai pertengahan Juli, jumlah korban dari adanya pandemi COVID-19 di Indonesia kian meningkat. Hal ini mengisyaratkan bahwa negara kita masih belum menang dalam menghadapi badai yang satu ini. 

Segala kebijakan yang sejak awal sudah menjadi tradisi masih terus di galakkan. Seperti ; memakai masker, selalu jaga jarak dan tidak membuat kerumunan yang berisikan orang banyak. 

Bersekolah misalnya, kegiatan yang sudah menjadi aktivitas rutin para penerus bangsa ini juga tak luput untuk diberhentikan. Meski saat ini sudah menginjak tahun ajaran baru, dengan keterpaksaan hampir seluruh siswa di penjuru negeri  harus melakukan proses belajar dari rumah yang sekarang diistilahkan dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). 

Yang baru-baru ini menimbulkan polemik yang cukup mencuat di semua kalangan yang bersentuhan dengan pendidikan. Bukan tanpa alasan, proses belajar mengajar dari jarak jauh ini memang  memberi beban tersendiri bagi sebagian kalangan. Karena harus merelakan berapa meteri berupa  aspek finansial, tenaga dan juga waktu. Sehingga banyak muncul curhatan oleh para orang tua peserta didik di media sosial mereka. 

Dengan serempak mereka mengeluarkan sindiran halus dengan maksud menuntut agar masalah ini bisa terselesaikan dengan jalan keluar yakni membuka kembali sekolah seperti sedia kala. Lantas apa saja sih masalah yang dihadapi oleh wali murid sampai- sampai melakukan hal sedemikian? Simak sampai habis artikel ini.

Telah kita ketahui bersama bawasanya saat ini metode pembelajaran jarak jauh merupakan bentuk upaya kebijakan pemerintah khusunya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk tetap menjalankan roda pendidikan di masa pandemi yang menakutkan ini. 

Kebijakan tersebut diambil tentu saja melalui pertimbangan yang cukup matang . Mengingat, anak-anak sangat rawan untuk terinveksi virus Corona ini. Terlebih bagi mereka yang berusia dini sangatlah sulit untuk diarahkan melakukan protokol kesehatan bila mana sekolah dibuka kembali.

Terlepas dari itu semua,  di lain sisi ada orang tua yang saat merasa pusing perihal tersebut. Sebab, bersekolah dari rumah ini dinilai merepotkan dan memberatkan orang tua. Maka tak heran saat ini banyak orang tua yang mengeluhkan beberapa hal seperti harus menyiapkan handphone atau laptop yang harganya  cukup menguras kantong. 

Pembelajaran jarak jauh ini tak lepas dengan adanya dukungan dari teknologi khusunya gadget, benda yang sudah menjadi pegangan sehari-hari hampir seluruh orang. Kendati demikian, tak jarang masih banyak dijumpai orang tua yang tidak memiliki smartphone dan dengan susah payah  mengumpulkan uang bagaimana caranya agar bisa membeli handphone untuk dipakai bersekolah. 

Ditambah bagi mereka yang memiliki buah hati lebih dari satu, maka mereka harus juga mempersiakan gadget tambahan karena jam pembelajaran yang bersamaan sangatlah sulit untuk bergantian handphone. seperti kasus yang terjadi pada nenek dengan dua cucu di Jakarta yang setiap hari harus mendatangi rumah tetangga untuk meminjam ponsel agar cucu tetap bisa mengikuti segala arahan yang diberikan bapak ibu gurunya. Kasus itu patutnya digunakan sebagai gambaran kecil pedihnya pendidikan di luar sana.   

Masalah lain yang menimpa orang tua siswa di kala pembelajaran jarak jauh ini adalah harus menyiapkan biaya lebih untuk membeli kuota internet. Tugas yang setiap hari diberikan oleh bapak ibu guru lewat internet ini memang mengharuskan orang tua selain menyiapkan gadget sebagai sarana belajar juga harus menyetok kuota agar mereka bisa menerima maupun mengirim tugas tersebut. Kuota internet yang harus dibeli setiap bulan bahkan setiap minggu ini akan menimbulkan biaya lebih dalam perekonomian rumah tangga dengan anak yang  duduk di bangku sekolah.

Dengan serempak mereka mengeluarkan sindiran halus dengan maksud menuntut agar masalah ini bisa terselesaikan dengan jalan keluar yakni membuka kembali sekolah seperti sedia kala. Lantas apa saja sih masalah yang dihadapi oleh wali murid sampai- sampai melakukan hal sedemikian? Simak sampai habis artikel ini.

Telah kita ketahui bersama bawasanya saat ini metode pembelajaran jarak jauh merupakan bentuk upaya kebijakan pemerintah khusunya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk tetap menjalankan roda pendidikan di masa pandemi yang menakutkan ini. 

Kebijakan tersebut diambil tentu saja melalui pertimbangan yang cukup matang . Mengingat, anak-anak sangat rawan untuk terinveksi virus Corona ini. Terlebih bagi mereka yang berusia dini sangatlah sulit untuk diarahkan melakukan protokol kesehatan bila mana sekolah dibuka kembali.

Terlepas dari itu semua,  di lain sisi ada orang tua yang saat merasa pusing perihal tersebut. Sebab, bersekolah dari rumah ini dinilai merepotkan dan memberatkan orang tua. Maka tak heran saat ini banyak orang tua yang mengeluhkan beberapa hal seperti harus menyiapkan handphone atau laptop yang harganya  cukup menguras kantong. 

Pembelajaran jarak jauh ini tak lepas dengan adanya dukungan dari teknologi khusunya gadget, benda yang sudah menjadi pegangan sehari-hari hampir seluruh orang. Kendati demikian, tak jarang masih banyak dijumpai orang tua yang tidak memiliki smartphone dan dengan susah payah  mengumpulkan uang bagaimana caranya agar bisa membeli handphone untuk dipakai bersekolah. 

Ditambah bagi mereka yang memiliki buah hati lebih dari satu, maka mereka harus juga mempersiakan gadget tambahan karena jam pembelajaran yang bersamaan sangatlah sulit untuk bergantian handphone. seperti kasus yang terjadi pada nenek dengan dua cucu di Jakarta yang setiap hari harus mendatangi rumah tetangga untuk meminjam ponsel agar cucu tetap bisa mengikuti segala arahan yang diberikan bapak ibu gurunya. Kasus itu patutnya digunakan sebagai gambaran kecil pedihnya pendidikan di luar sana.   

Masalah lain yang menimpa orang tua siswa di kala pembelajaran jarak jauh ini adalah harus menyiapkan biaya lebih untuk membeli kuota internet. Tugas yang setiap hari diberikan oleh bapak ibu guru lewat internet ini memang mengharuskan orang tua selain menyiapkan gadget sebagai sarana belajar juga harus menyetok kuota agar mereka bisa menerima maupun mengirim tugas tersebut. Kuota internet yang harus dibeli setiap bulan bahkan setiap minggu ini akan menimbulkan biaya lebih dalam perekonomian rumah tangga dengan anak yang  duduk di bangku sekolah.

Setelah melalui serangkaian permasalahan di atas maka akan timbul pernyataan siapakah pihak yang patut disalahkan ? pemerintah? Bukan, pemerintah dalam hal ini sebagai instansi tertinggi sudah tepat untuk mengambil keputusan merumahkan seluruh peserta didik. 

Sebab keselamatan siswalah yang menjadi faktor utama  kepada  dan merekalah harapan bangsa di masa depan akan ditumpuhkan. Atau kita harus menyalahkan Menteri Pendidikan? 

Hal ini juga salah, Menteri Pendidikan yang sudah tahu hiruk pikuk dalam kelembagaan pendidikan tentu sudah melakukan upaya terbaiknya dengan terus berusaha memberikan tayangan edukasi di televisi nasional. Hal ini adalah bukti bahwa Kementerian Pendidikan tak tinggal diam dalam menyikapi persoalan ini. 

Keputusan Kemendikbud yang di naungi bapak Nadiem Makarim  untuk sementara tidak  membuka sekolah terlebih dahulu juga memiliki dalil yang kuat. Apalagi kalau bukan keselamatan siswa dan guru. 

Proses belajar mengajar dengan tatap muka dinilai bisa menjadi klaster penyebaran COVID- 19 dan tentu saja membahayakan keselamatan kedua penggerak roda pendidikan ini. dan jika hal ini terjadi makan akan disayangkan sekali. kalau Kementerian Pendidikan kurang tepat untuk disalahkan dalam persoalan ini terus siapa lagi? Pihak sekolah? Tentu saja hal ini kurang tepat lagi. 

Lembaga pendidikan khususnya sekolah hanyalah mengikuti instruksi dari atasan. Dan mereka melakukan itu semata-mata untuk menghindari suatu kejadian yang tidak diinginkan pada peserta didiknya. Dalam hal ini sekolah juga tidak bersalah.

Lantas siapa lagi jika semua lembaga kurang tepat untuk disalahkan? Ataukah kita harus menyalahkan diri sendiri? Sekali lagi jawabannya tidak, kita sebagai seorang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan sudah melakukan hal yang sepatutnya. 

Mulai dari tetap dirumah sampai kontribusi untuk mendukung di khafila pendidikan. Jadi siapa sih sebenarnya yang salah? Dalam hal ini memang TIDAK ADA YANG SALAH karena semua lembaga maupun individu telah melakukan tugasnya sendiri dengan baik. 

Semua telah berusaha semaksimal mungkin untuk terus memutar roda pendidikan dan juga tetap ikut serta menekan korban penyebaran COVID-19 dengan terus mematuhi segala peraturan yang ada. Dan kita terus meningkatkan kesadaran pada diri kita untuk terus melakukan hal yang kita bisa walau kecil. Karena semua ini akan bisa berakhir kalau kita mulai dengan diri kita masing-masing.